“ Berikan sepuluh pemuda maka akan aku akan merubah dunia “
Pemuda dalam pusaran sejarah
selalu menjadi bahan kajian yang menarik untuk didiskusika. Karena sejarah
telah menunjuk pemuda senantiasa memegang peranan penting dalam proses perubahan
suatu bangsa dan Negara. Di Indonesia ada beberapa moment kaum muda yang
mengawalinya, dengan spirit persatuan dan kesatuan pemuda berhasil menghasilkan
sumpah pemuda, romantika perjuangan generasi ’66 yang mengawali proses transisi
dari orde lama menuju orde baru dan seakan – akan karma sejarah berulang,
Soeharto penguasa terlama negeri ini pun ditumbangkan oleh pemuda terutama
generasi 98’ . masih banyak peristiwa
yang digerakkan oleh pemuda baik di Indonesia maupun belahan Negara lain.
Begitu pula dalam konteks masa
yang akan datang , pemuda senatiasa diidentitikan dengan pemegang kekuasaan,
pimpinan masa depan. Hal ini tentunya merupakan sebuah keniscayaan, klise,
bukan mitos yang perlu kita debatkan. Focus kita harus diarahakan kepemimpinan
muda dapat lebih berdampak dalam proses mengangkat bangsa ini dri keterpurukan
menjadi sejahtera dan bermartabat.
Tapi bagaikan api jauh dari
panggang kondisi pemuda saat ini layu sebelum berkembang, begitu banyak
persoalan yang dihadapi pemuda yang membuat jauh dari cita – cita yang
disampaikan oleh soekarno dan pendiri bangsa lainnya. Pemuda sebagai agent
perubahan seakan hilang dari idealismenya karena tertimpa berbagai problem.
Banyak faktor yang menyebabkan
kelesuan atau pesimime dari pemuda. Pertama, dekadensi moral dan spiritual yang
sudah sangat memperhatinkan. Hal ini terlihat bagaimana budaya – budaya asing masuk tanpa
filterisasi yang menyebankan timbul budaya hedonisme dan fragmatis sudah sangat merasuk dalam diri pemuda.
Meminjam istilah Dr Sudjoko
pemuda kita sedang dilanda Krocujiwo,
yakni sifat rendah diri dihadapan bangsa – bangsa barat yang kita kagumi dan
gemar meniru sikap, perilaku dan penampilan mereka. Dan Tokoh aktivis
mahasiswa, Hariman Siregar mengatakan hanya 5% generasi muda terdidik
(mahasiswa) yang peduli persoalan bangsa. Tudingan itu muncul karena realitas
dan slogan banyak anak muda, muda foya-foya, tua kaya-raya dan mati masuk
syurga.
Dan baru ini generasi muda bangsa
kita anak SMA 6 jakarta bentrok dengan wartawan padahal SMA 6 jakarta dikenal
sebagai sekolahan yang banyak menghasilkan orang – orang besar di negeri ini,
disana ada nama Erwin gutawa, mahfud siddiq, Adnan Buyung nasution dan banyak
lainnya.
kedua, hilangnya sosok yang
menjadi panutan. Pemuda Indonesia saat ini banyak disajikan tontotan yang
menyebalkan. Drama korupsi misalnya yang membuat pemuda menjadi apatisme
terhadap politik. Itu mengapa fenomena golput ( khususnya dari kalangan pemuda
) bermunculan dan selalu meningkat. Sebab saluran politik berupa partai tidak
menjawab kebutuhan kaum muda.
Partai politik hanya sebagai
lumbung penghasil keuntungan atau hanya alat untuk mengkayakan diri sendiri .
ditambah lagi pendidikan politik untuk pemuda sangat minim. Kekecewan ini
membangkitkan rasa keprihatinan dalam regenerasi kepemimpinannya ke depan bagi bangsa
Indonesia dan perpolitikan hanya akan dikuasai oleh kaum tua.
dan ketiga merosotnya genealogi
nasionalisme, saat ini semua acara kebangsaan hanya sekedar ceremonial tanpa
ada pemaknaan yang benar oleh kalangan pemuda khususnya. Pemuda saat ini sudah
tidak lagi terfikir akan kondisi bangsanya yang menuju kehancuran yang hanya
dalam pikiran mereka hanyalah senang – senang semata sesaat dan untuk diri
senidiri. Banyak hal yang menyebabkan merosotnya rasa nasionalisme pemuda,
budaya hidonisme dan kurangnya pengetahuan akan wawasan kebangsaan salah satu
penyebabnya.
Pengangguran yang makin
merajalela, penggaguran kalangan pemuda menurut data BPS masih diangka 60, 5%. Pengangguran
Pemuda adalah Individu/Manusia yang termasuk kategori usia produktif (16-30
thn) yang tidak melanjutkan sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan. Menurut
Badan Pusat statistik Indonesia tercatat sejumlah 7,4 juta orang pemuda yang
termasuk dalam kategori usia produktif yang mengganggur. Dan jika dilihat dari
latar belakang pendidikannya, maka 27,09 persen berpendidikan SD kebawah, 22,62
persen berpendidikan SLTP, 25,29 Persen berpendidikan SMA, 15,37 Persen
berpendidikan SMK. Sedangkan jika dilihat lokasi desa/kota, maka penyebaran
dari Pemuda ini terlihat sebanyak 5,24 juta orang (53%)berada di perkotaan dan
4,2 juta orang berada di pedesaan.
Mengingat data pengangguran
pemuda masih cukup tinggi, apabila tidak memperoleh perhatian yang serius akan
mengakibatkan masalah sosial yang cukup tinggi pula. Beberapa masalah sosial
yang diakibatkan oleh tingginya pengangguran diantaranya penyalahgunaan
narkoba, kriminalitas, pergaulan bebas, premanisme, trafficing, dan lain
sebagainya. Kondisi tersebut akan mengganggu pembangunan di segala bidang dan
stabilitas nasional
Baik buruknya pewaris negeri
kedepan adalah kewajiban seluruh elemen yang ada di bangsa untuk meremajakan kembali pemuda sebagaimana mestinya, sehingga
pemuda yang sebagai agent of change ,
iron stock benar – benar terealisasikan dan bukan hanya sloganitas tanpa
kejelasan tindakan realnya.
Ada beberapa jalan untuk
meremajakan pemuda yaitu menjadikan pendidikan sebagai prioritas, dan
selayaknya pendidikan karekter tidak hanya sebagai wacana, memberikan
kesempatan bagi pemuda untuk aktualisasi diri, mengadakan acara yang bernuansa
kebangsaan, dan menenakam jiwa – jiwa entrepreneur bagi kaum muda. selian itu
juga memperbanyak dana untuk pengembangan bagi pemuda yang sebelumnya hanya
0,3% atau Rp. 847,6 M dengan jumlah pemuda 62.926 juta jiwa yang berarti Rp 27.
683,31 per orang dari seluruh dana yang ada di APBN.
sebagaimana sikap seperti
soekarno waktu muda yang tidak hanya pintar merekayasa jembatan hasil
pendidikan di tehnik sipil ITB, tapi juga berani berkorban merekayasa
kemerdekaan RI, atau seperti KH Ahmda Dahlan yang walau tidak mengeyam
pendidikan tinggi, tapi terpanggil untuk merekayasa perubahan dengan gerakan
muhammadiyah yang mengedepankan pelayanan sosial, mencerahkan kejumudan agama,
dengan membuktikan islam sebagai ‘rahmatan
lil alamin’.