“Berikan aku 10 pemuda, maka akan aku sanggup menguncang dunia,” Sebuah ungkapan dari presiden pertama bangsa ini terhadap begitu pentingnya peran pemuda dalam perubahan suatu bangsa dan negara. Beragam interprsetasi diberikan atas kata : “ muda “, ada yang membatasi usia, tapi ada yang memperluasnya menjadi semangat, sehingga orang tua bisa menjadi muda karenanya. Bang haji rhoma irama berpendapat, “ masa muda adalah masa berapi – api “ sehingga melahirkan istilah “ darah muda “.
Sejarah telah menunjukan bahwa generasi muda senantiasa memegang peranan penting dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Bagaimana peran seokarno, hatta, dan natsir dalam perjuangan kemerdekaan bangsa indonesia. Kita juga tidak lupa romantika perjuangan generasi’66 yang mengharu biru proses transisi dari orde lama menuju orde baru, dan sejarah pun terulang , soeharto penguasa terlama negeri ini pun ditumbangkan oleh pemuda, terutama mahasiswa generasi’98.
Begitu pula dalam konteks masa yang akan datang, pemuda akan senatiasa diindentikan dengan predikat pemegang tahta, pemimpin masa depan. Hal ini tentunya merupakan sebuah keniscayaan, klise, bukan mitos yang akan diperdebatkan.
Realita Kemisinan di indonesia
Kemiskinan bangsa ini masih mengalami pertumbuhan yang signifikan, meskipun Allah telah menganugerahi bangsa ini dengan potensi yang luar biasa besarnya, ribuan pulau, ribuan budaya, ribuan bahasa, SDM yang sangat melimpah agraris dan subur. “ tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman,” sebuah lirik dalam senandung koesplus untuk menggambarkan negara yang sangat kaya ini.
walaupun negeri indonesia sangat kaya dengan segala potensinya tetapi Menurut data BPS kemiskinan masih berada pada kisaran angka 16 – 18% dari total populasi bangsa indonesia. Dan angka tersebut terus mengalami peningkatan yang signifikan akibat buruknya daya beli masyarakat, terbatasanya lapangan pekerjaan baru yang mampu disediakan pemerintah,naiknya harga kebutuhan pokok akibat naiknya harga BBM.
Berbagai soal kemiskinan menarik untuk disimak mulai dari aspek baik aspek sosial, pendidikan, ekonomi, dan psikologi. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemahnya mengantisipasi peluang.
Aspek psikologi / mental terutama mengakibatkan rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Kemiskinan biasanya warisan dari orang tua ke anaknya, dan terus begitu. Itu disebabkan karena mental nrimo dan pasrah yang diyakini akan membuat hidup mereka tanpa masalah. Mereka cenderung menjadikan kalimat “ya ..namanya juga orang miskin... sudah dapat makan setiap hari sudah bersyukur...”. selain itu kemsikinan juga menjadi sebuah mimpi buruk bagi warga miskin itu sendiri karena merasa tidak berdaya dan dipandang sebelah mata. sehingga menghasilkan banyak tindakan kejahatan atau ketimpangan sosial akibat dampak psikologi yang mereka terima, ketimpangan sosial tersebut adalah pencurian, perampokan, pengemis, dan anak jalanan.
Sedangkan dari aspek pendidikan kemiskinan dapat menyebabkan kebodohan dan keterbelakangan pengetehuan. Warga miskin memiliki keterbatasan akses pendidikan yang berkualitas baik. Hal ini disebabkan karena di negara indonesia pendidikan masih sebagai barang mahal yang harus dibeli menggunakan uang.padahal untuk membeli makanan dan kebutuhan sehari – hari saja sulit bagi mereka. Hal ini menimbulkan prinsip “ asal bisa baca ”atau bahkan “asal bisa makan nggak perlu pintar “
Seharusnya pemuda
Dengan begitu banyak sloganitas yang melekat pada diri pemuda seperti agent of change, iron stock atau lainnya. Maka masa muda adalah masa emas untuk benar – benar merealisaikan slogan sehingga tidak hanya menjadi teriakan kosong belakan. Masa muda adalah masa emas untuk berkarya, pemuda harus mengawali karyanya dengan terjun ke masyarakat yang paling dekat dengan dirinya. Lebih baik lagi ia terjun langsung ke tataran mikro, langsung berbuat. Dengan begitu ia belajar, memahami masalah masayarakat yang riil, serta memformulasikan solusinya.
Agar para pemuda tidak mengulangi kesalahan kaum terdidik dan para pemimpin yaitu enggan terjun ke masyarakat. Lebih sering berlindung di balik menara gading perguruan tinggi atau mencari kejayaan sendiri
tanpa peduli nasib masyarakat yang telah memberinya subsidi kesempatan untuk menuntut ilmu.
Dosa kaum terdidik inilah yanag berkontribusi pada posisi bangsa indonesia sekarang ini. Sedikit dari mereka yang benar –benar mengalami pendidikan yang membangun karakter, sehingga mengambil sikap seperti soekarno yang tidak hanya pintar merekayasa jembatan hasil pendidikan di tehnik sipil ITB, tapi juga berani berkorban merekayasa kemerdekaan RI, atau seperti KH Ahmda Dahlan yang walau tidak mengeyam pendidikan tinggi, tapi terpanggil untuk merekayasa perubahan dengan gerakan muhammadiyah yang mengedepankan pelayanan sosial, mencerahkan kejumudan agama, dengan membuktikan islam sebagai ‘rahmatan lil alamin’.
Masa muda adalah masa terbaik untuk mengaplikasikan teori – teori kesejahteraan pada komunitas, terlepas dari sukses tidaknya. Hal ini merupakan proses pendewasaan yang berharga sebelum ia benar – benar terjun memiliki peran formal di masyarakat.