Dalam kamus Collins Gem (1993) dinyatakan bahwa hedonisme adalah doktrin yang menyatakan bahwa kesenangan adalah hal yang paling penting dalam hidup. Atau hedonisme adalah paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup semata-mata (Echols,2003).
Hedonisme secara etimologi berasal dari kata tunggal bahasa Yunani yaitu Hedone, yang dapat diartikan sebagai nikmat atau kenikmatan. Secara terminologi penulis berpendapat bahwa hedonisme berarti suatu corak budaya yang lebih mengutamakan kesenangan dalam artian yang bersifat materi. Hedonisme, muncul kira-kira 400 tahun sebelum penanggalan masehi dengan madzhabnya yang bernama Tyrene. Sedangkan perintis dari faham hedonisme adalah Epicurus.
Bahwa hedonisme sebagai fenomena dan gaya hidup sudah tercermin dari prilaku mereka sehari-hari. Mayoritas pelajar berlomba dan bermimpi untuk bisa hidup mewah. Berfoya-foya dan nongkrong di kafe, mall dan plaza. Pengajaran atau konsep moral dari Hedonisme adalah menyamakan kebaikan dengan kesenangan.
Jadi semua kesenangan dan kenikmatan secara fisik selalu membawa kebaikan. Pandangan hidup ini mengajarkan pada pengikut atau mereka yang siap mengikutinya bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia harus dikejar, dan itulah tujuan hidup yang paling hakiki bagi manusia. Pandangan hidup seperti inilah yang sekarang ini banyak dan hampir semua umat manusia meng-amininya dan menjadikannya sebagai tolok ukur dalam gaya hidup.
Mengapa mahasiswa juga terjebak dalam hedonisme? Sebagaiman fenomena – fenomena sosial lainnya, tidak ada penyebab tunggal yang menciptakan kecenderungan itu. Kita bisa menyebutkan berapa sumber : film - film ( seri ) TV dengan telenovela yang sering menawarkan gaya hidup permisif, yang kemudian ditiru remaja kita yang tengah mencari identitas diri, struktur masyarakat yang timpang, kesenangan sosial, sulitnya memperoleh pendidikan yang murah dan bermutu, sulitnya mencari kerja, dan mencari nafkah, kurangnya pendidikan agama dalam keluarga, langkanya pemimpin yang bisa dijadikan panutan.
Dan yang mungkin kurang disadari adalah sifat bawaan mereka yang - meminjam setelah Dr. sudjoko – krocojiwo, yakni sifat rendah diri dihadapan bangsa – bangsa barat yang kita kagumi dan gemar meniru sikap, perilaku dan penampilan mereka. Barangkali, peniruan membabai buta itu kita lakukan karena kita adalah bangsa yang pernah di jajah barat, sehingga akibatnya bangsa kita rendah diri dan kita pun, baik sadar maupun tidak mewarisi sifat tersebut.
Agaknya benar juga sinyalmen ibnu khaldun, sisiolog muslim abad ke -14 yang menulis buku muqaddimah yang monumental itu bahwa, “ orang takalukan selalu mengikuti penaklunya, baik dalam pakaian, perhiasan, kepercayaan, dan adat istiadat lainnya. Hal ini disebabkan adanya keinginan untuk menyamai mereka yang telah mengalahkan dan menaklukkannya. Orang – orang taklukan menghargai para penakluknya secara berlebihan. Kalau keyakinan ini bertahan lama, hal itu akan membekas dalam dan lama dan akan membawa pada peniruan semua cirri penakluknya. Mereka itu yakin bahwa peniruan atas segalnya yang dilakukan seng penakluk akan menghapus segala penyebab kekalahannya.”
Peniruaan terhadap barat ini dapat kita lacak, mulai dari penggunaan nama pribadi ( yang berbau barat ): perayaan hari kasih sayang valentine ( bukannya hari pronocitro dan roromendut yang telah melegenda di jawa ), hingga ke pakaian ( yang pria memakai anting – anting sebelah, yang wanita berpakaian yang mengumbar aurat, misalnya paha, dada, atau pusatnya kelihatan ).
Karena terlalu lama, peniruan itu kita anggap lumrah. Bahkan kita bertanya pada diri sendiri, mengapa kita melakukan semua itu. Orang pun mungkin berkilah, “ tidak relevan lagi membedakan barat dan timur pada zaman global ini, karena itu tidak perlu mempermasalahkan peniruan timur oleh barat.
Mahasiswa “ agent of change “
Sejarah telah menunjukan bahwa generasi muda/mahasiswa senantiasa memegang peranan penting dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Bagaimana peran seokarno, hatta, dan natsir dalam perjuangan kemerdekaan bangsa indonesia. Kita juga tidak lupa romantika perjuangan generasi’66 yang mengharu biru proses transisi dari orde lama menuju orde baru, dan sejarah pun terulang , soeharto penguasa terlama negeri ini pun ditumbangkan oleh pemuda, terutama mahasiswa generasi’98.
Mahasiswa juga seharusnya dapat mencontoh sikap seperti soekarno yang tidak hanya pintar merekayasa jembatan hasil pendidikan di tehnik sipil ITB, tapi juga berani berkorban merekayasa kemerdekaan RI, atau seperti KH Ahmda Dahlan yang walau tidak mengeyam pendidikan tinggi, tapi terpanggil untuk merekayasa perubahan dengan gerakan muhammadiyah yang mengedepankan pelayanan sosial, mencerahkan kejumudan agama, dengan membuktikan islam sebagai ‘rahmatan lil alamin’.
Tapi sebelum itu adakah cara untuk menghilangakan budaya hedonism atau paling tidak mencegah agar tidak menyebar kerena budaya hedonism punya efek kerusakkan bagi kaum muda bangsa ini. tidak mudah itu kata yang dapat kita keluarkan dalam mencegah penyebaran budaya hedonisme. Kita semua, keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintahan harus membahu – bahu untuk mengatasi problem ini. Contoh : teladan dari para pemimpin untuk hidup bersehaja, meskipun sudah klise untuk ditemukan, tetapi meruapakan suatu jalan keluar. Tidak ada yan lebih afektif daripada keteladan pemimpin dan pendidik.
Yang cukup penting, pemerintah seyoginya meninjau kembali berbagai barbagai kebijakkannya selama ini dalam berbagai bidang ( ekonomi, politik dan social-budaya ), malakukan perbaikkan –perbaikkan, sehingga kebijakkan – kebijakkan yang baru mampu memberdayakan masyarakat untuk hidup lebih sejahtera lahir batin. Dan kemudian tentang kebijakkan penyiaran adalah salah satu yang harus dikaji ulang, Karena dampak dari media sangat besar terhadap sikap dan perilaku mahasiswa.
Sehingga mahasiswa ke jalurnya yang benar seperti slogan – slogan yang selama ini melekat pada diri mahasiswa seperti agent of change, iron stock, dll yang tidak hanya menjadi teriakan atau slogan kosong tanpa makna dan realisasinya. Mahasiswa sebagai motor penggerak perubahan dalam sauatu masyarakat menuju ke arah yang lebih baik. Hidup mahasiswa, hidup rakyat idonesia
Penulis adalah mahasiswa Ekonomi akuntansi Universitas muhammadiyah Surakarta